Ilustrasi |
204 Juta Data Pemilih di KPU Bocor, Ini 10 Akibatnya
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga kembali mengalami kebocoran data. Setelah pada September 2020 lalu, ada 105 juta data pribadi pemilih bocor, kini jumlah data yang bocor meningkat menjadi 204 juta atau naik dua kali lipat dari sebelumnya.
Hal tersebut pertama kali terungkap melalui unggahan tweet di akun X milik Founder Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto.
"Belum juga pemilu dan tahu hasilnya gimana tapi data pribadi kita semua yang terbaru malah sudah bocor duluan," tulisnya dalam tweet disertai tangkapan layar data pribadi di laman Breach Forums, Selasa (28/11/2023) siang.
Dalam unggahan tweet tersebut terlihat data pribadi dibocorkan oleh hacker bernama Jimbo. Sampel data pribadi yang diunggah Jimbo memuat nama, nomor induk kependudukan (NIK), tanggal lahir, dan alamat. Selain itu sampel data ini juga memuat data pribadi pemilih yang berada di luar negeri.
Disebutkan Jimbo, dari total 252 juta data yang diperolehnya, beberapa data mengalami duplikasi. Setelah proses penyaringan, ditemukan 204.807.203 data unik, jumlah yang hampir identik dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dan 128 negara perwakilan.
Penjahat siber ini memasarkan seluruh dataset dengan harga 2 Bitcoin atau setara dengan US$ 74 ribu atau sekitar Rp 1,14 miliar. Saat ini kasus bocornya data yang dialami KPU sedang diusut oleh Bareskrim Polri.
Data pribadi yang bocor bukanlah hal yang bisa dianggap remeh, karena data pribadi yang bocor bisa mengakibatkan masalah yang cukup serius. Berikut 10 akibat dari bocornya data pribadi yang dikutip dari berbagai sumber, Rabu (29/11/2023).
Kerugian Finansial
Nomor kartu kredit, informasi rekening bank, dan data keuangan lainnya yang bocor dapat disalahgunakan untuk melakukan transaksi ilegal atau pembelian tanpa izin. Hal ini dapat merugikan secara finansial.
Akibat dari bocornya data pribadi yang paling banyak terjadi adalah korban mengalami kerugian finansial. Dilansir dari laman Statista, kerugian akibat data yang bocor mengalami peningkatan selama sepuluh tahun terakhir, yaitu mencapai rata-rata US$ 4,45 juta pada 2023 atau setara dengan Rp 63 miliar secara global. Kerugian tertinggi dilaporkan terjadi pada sektor industri layanan kesehatan.
Pencurian Identitas
Pencurian identitas adalah salah satu dampak paling serius akibat data pribadi yang bocor. Informasi pribadi seperti nama, alamat, dan NIK yang jatuh ke tangan yang salah dapat digunakan untuk membuka rekening baru, mengajukan kartu kredit, atau melakukan tindakan keuangan lainnya atas nama korban, tentunya hal ini sangat merugikan.
Akses Tidak Sah ke Akun Online
Dengan memiliki akses informasi dari data pribadi yang bocor, penjahat siber kemungkinan besar bisa mengakses akun online korban, termasuk e-mail atau surat elektronik, media sosial, dan layanan online lainnya. Hal ini tentunya membuka pintu bagi penjahat siber untuk mendapatkan informasi tambahan, akan menimbulkan potensi kerugian lebih besar.
Pemerasan
Penjahat siber dapat menggunakan data pribadi yang bocor untuk melakukan pemerasan, dengan ancaman akan menyebarkan informasi tersebut secara publik kecuali korban memberikan sejumlah uang yang diminta. Hal ini menciptakan tekanan emosional dan finansial pada korban.
Penipuan atau Pinjaman Online
Korban dari bocornya data pribadi juga berpotensi mengalami tindakan penipuan atau pencatutan nama pada pinjaman online (pinjol) yang bersifat ilegal. Pelaku pencurian data pribadi dapat menyamar sebagai pemilik data dan melakukan peminjaman uang dengan identitas tersebut, yang kemudian akan menimbulkan beban finansial pada pemilik identitas asli.
Dampak bocornya data pribadi ini jelas merugikan korban dari segi keuangan. Selain itu, secara tidak langsung, ancaman pencurian data pribadi juga dapat menimbulkan dampak psikologis yang menakutkan bagi korban.
Pelanggaran Privasi Individu
Data pribadi yang bocor dapat mengungkapkan informasi yang sangat pribadi, seperti riwayat medis, preferensi seksual, atau informasi kehidupan pribadi. Pelanggaran privasi semacam ini dapat menciptakan beban emosional dan psikologis yang berkepanjangan bagi individu yang terkena dampak..
Kehilangan Kepercayaan dan Reputasi
Organisasi yang bertanggung jawab atas data pribadi yang bocor dapat mengalami penurunan kepercayaan dari pelanggan dan mitra bisnis. Reputasi organisasi yang rusak bisa berdampak jangka panjang pada kesuksesan bisnis.
Keperluan Politik
Akibat lain dari data pribadi yang bocor juga bisa dimanfaatkan untuk memetakan preferensi politik. Informasi ini kemudian dapat dijadikan sebagai sasaran disinformasi, mengingat data yang bocor dapat memberikan wawasan mendalam tentang orientasi politik individu..
Contoh nyata dari risiko ini dapat ditemukan dalam kasus Cambridge Analytica pada 2018. Mereka terbukti menyalahgunakan data pribadi dari sekitar 87 juta pengguna Facebook untuk tujuan politik, termasuk mendukung kampanye Donald Trump pada pemilihan presiden AS 2016.
Target Pemasaran dan Telepon
Data pribadi termasuk nomor telepon yang bocor juga dapat membuat korban sebagai target pemasaran hingga praktik penipuan. Tidak jarang, korban yang nomor teleponnya tersebar menerima penawaran produk atau jasa dari perusahaan yang tidak dikenal, meski mereka tidak pernah memberikan nomor kontak mereka.
Yang lebih memprihatinkan adalah ketika penelepon memiliki pengetahuan mendalam mengenai nama lengkap dan data lainnya, menambah tingkat kekhawatiran terkait privasi. Fenomena ini dapat menciptakan ketidaknyamanan dan merugikan keamanan informasi pribadi.
Dampak Psikologis pada Individu
Individu yang menjadi korban kebocoran data pribadi dapat mengalami dampak psikologis yang serius, termasuk stres, kecemasan, dan kehilangan rasa aman. Ini dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional mereka dalam jangka panjang.
Berita ini sudah dimuat, sumber ; https://www.google.com/amp/s/www.beritasatu.com/ototekno/2783785/sebanyak-204-juta-data-pemilih-di-kpu-bocor-ini-10-akibatnya/amp