-->

Notification

×

Indeks Berita

Klik Gambar Untuk Mendengarkan

Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia Menolak Impor 500.000 Ton Beras.

Kamis, 08 Desember 2022 | Desember 08, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-12-08T04:06:19Z
Ket foto : Idham Arsyad. 




Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia Menolak Impor 500.000 Ton Beras.



NASIONAL,--Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) melalui ketua Umumnya meminta Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Perum Bulog mengevaluasi kebijakan impor beras. 



Menurutnya, impor beras saat ini membuat harga gabah petani anjlok, dan marwah sebagai negara agraris menjadi sumir dan semakin tidak jelas arahnya ujar Idham Arsyad. 




Beras merupakan produk pertanian yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Kecukupan dan Ketersediaan beras merupakan salah satu tugas pokok pemerintah sebagaimana mandat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, di mana pada Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa “ketersediaan pangan termasuk beras merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat”.




 Beras juga termasuk dalam empat produk pangan yang dikhususkan oleh pemerintah di samping gula, kedelai, dan jagung untuk dijaga ketahanan pangannya sehingga pemenuhan atas barang tersebut menjadi perhatian yang penting. 




"Kebijakan impor beras harus dievaluasi karena berdampak pada anjloknya harga gabah petani dan secara otomatis akan menyusahkan petani. Impor beras juga semakin menjauhkan Indonesia untuk mencapai Kemandirian dan Kedaulatan pangan sebagaimana diamanatkan UU Pangan," lanjut Idham.




Kementerian pertanian seharusnya membuka saja peta produksi beras nasional, bagaimana produksinya, sebaran luasannya, dan dimana saja. Ini baru mengurus satu komoditas beras saja kita kewalahan yang setiap tahunnya harus impor, ini sungguh preseden buruk wajah pertanian kita. Triliuanan APBN yang dikelola Kementerian Pertanian  seolah tidak ada artinya, jika menyusun tatakelola perberasan saja tidak tuntas. 




Idham juga menyesalkan Kementerian Pertanian yang tidak memaksimalkan penyerapan gabah petani dengan harga yang bisa menyejahterakan petani, sudah seharusnya harga pembelian pemerintah (HPP) ditinjau ulang, 




"karena hal ini sudah tidak sebanding dengan biaya produksi yang tinggi. Pada musim tanam yang lalu petani dihadapkan pada persoalan kelangkaan pupuk sehingga banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Bisa dibayangkan betapa sedihnya ketika hasil panen tidak bisa dijual dengan harga yang menyejahterakan karena adanya impor beras," katanya.

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update