Rapor Merah 62 Tahun PMII collabse menyambut kontekstasi 2024
SUARA MAHASISWA,--Penulis meminjam kata Collabse dari Jamed Diamond bagaimana menggambarkan pertikaian yang akhirnya meruntuhkan kedaulatan sebuah negara. Sebuah ilustrasi bagaimana komunitas/organisasi/negara menyelamatkan peradabannya selebihnya hancur total yang hanya tinggal ingatan sesaat. Bukan untuk menakut-nakuti, tidak salahnya merenungi nasib masa depan bersama.
Karena peristiwa-peristiwa apokaliptik akan menghantui perjalan organisasi, pemukiman-pemukiman warga PMII selama ia terbentuk dengan membawa asas struktural dan nilai yang ingin dimanifestasikan. Konteksnya pada PMII bukan main-main, masuk dalam daftar antrian kalau tidak mampu menyelesaikan prioritas yang menjadi khidmat lembaga.
Sudah sepantasnya menjadi diskursus-solutif pada momentum permusyawaratan yang hari ini sedang berlansung (MUSPIMNAS) sebagai usaha menggiring kader menuju situasi dan kondisi yang menjadi rintangan, tantangan dan niatan untuk mereformasi organisasi sebelum memasuki arena kontekstasi tahun-menahun yang akan datang.
PB PMII wajib memberikan pencerdasaan, pertemuan khusus untuk memetakan, mengakumulasi data-data sengketa struktural di daerah karena dualisme. Kemudian mengkonsolidasikan pelantikan, perbaikan SK serta membuka akses-akses kemitraan demi kemandirian/kesejahteraan organisasi.
Usia kedewasaan PMII kita tafsirkan sebagai sikap hijrah-nya kader-kader organisasi dari sifat kekanak-kanakan, cengeng, hobi petak umpet, suka mengadu kepada orang tua/senior elit, apa-apa sewa preman. Semua tabiat itu kita buang jauh-jauh, bakar sampai tersisa abunya, lalu kita kubur sedalam-dalamnya.
Selanjutnya peta jalan baru ini, suatu siasat guna menyiapkan rumah hunian, luas nan estetik tamannya, konstitusional perundang-undangannya, bijaksana hakim/pimpinannya,strukturalis dan terorganisir pengurusnya, paradigmatik pola fikir dan gerakannya, hubungan sosialnya sangat egaliter, sejahtera kadernya dan berakhlak mulia.
Dan yang paling utama yang juga menjadi satu-kesatuan identitas paripurna seorang kader/khalifah yakni ketaqwaannya sebagai subtansi sekaligus eksistensi dari relasi hamba-Tuhan/Tuhan-hamba, adalah dua entitas yang saling terkoneksi.
Spirit seperti itulah yang kami terus gaungkan ditataran akar rumput ditingkatan rayon, demi memotivasi sahabat bahwa masih ada umur yang panjang bagi Organisasi.
Reflekasi PMII adalah keniscayaan, kita menyaksikan liku-liku perjalanan waktu organisasi, cacatan historitas bagaimana PMII tidak gentar oleh infiltrasi dari luar bahkan dari internal sendiri.
Kemudian untuk mencegah pengrusakan dari dalam yang muncul dari skenario konflik tetapi selesai ditengahi oleh stakeholder/pimpinan tertinggi organisasi, adalah bentuk kedewasaan PMII menyimpul basis kekuatan.
Apa serunya Pimpinan Era ini? bagaimana proses mereka menyelesaian dinamika/konflik? Tidak cukup menyelesaikan persoalan ini bilamana hanya mengandalkan ajang kongres, muspimnas, rapat pleno, dll.
Apalagi kalau ajang bergensi seperti itu, sekedar dibingkai untuk meloloskan proposal kegiatan nasional yang jauh dari asas transparansi, lalu memperlakukan kader-kader sebagai mobilitas kepentingan pusat. Memanfaatkan freming media untuk mencolek Bupati setempat, Gubernur, dan Polri.
PB PMII entah secara terpaksa atau karena manifesto kesadarannya, mesti hadir membersamai sahabat-sahabat yang hari ini menjadi korban pelecehan konstitusi dari polarisasi politik struktural, gerakan yang terpasung yang dipolitisir orang-orang tertentu yang memanfaatkan jaringan PMII dari tingkatan istana sampai pos-ronda.
Lagi-lagi kita ulangi, bahwa sikap itu yang kami eluh-eluhkan, kita inginkan. Adalah sikap yang tertuang dalam trilogi PMII.
Bukankah PB PMII mengharapkan pada sambutannya di acara pembukaan muspimnas pada 17 November 2022 agar kita menyatukan gagasan untuk menolak politik polarisasi atau polarisasi identitas dari eksternal/luar organisasi? Maka kita sepakat dengan itu ketika implementasikan terlebih dahulu di internal PB PMII.
Catatan bahwa apapun Langkah taktis PB PMII akan tercium oleh sahabat-sahabat, karena organisasi ini besar karena tipologi kaderisasi yang mempertajam insting dalam menganalisasi situasi kontemporer.
Namun ketika ada penyelewengan roda organisasi, jalan yang dilaluinya adalah rekayasa untuk menggiring warga PMII lari terbirit-birit kemudian melompat kejurang atau tenggelam berjamaah.
Maka konflik/dinamika akan terus terawat sampai terhapusnya segala persoalan itu dan siap siaga menghadapi dinamika selanjutnya. Dalam teori Konflik, sejatinya punya capaian yakni mempertemukan interaksi pihak-pihak yang bertikai, terciptanya solusi yang efektif dan efisien.
Nah, pada momen MUSPIMNAS TULUNGAGUNG, berangkat dari rasa simpati dan ikatan persaudaran/persahabatan menegakkan konstitusi. Namun satu kepastian, bahwa konflik yang sengaja dipelihara oleh sekte mayoritas ini akan terus menghasilkan kelompok kecil, yang terpinggirkan, mereka tidak dianggap bahkan dikucilkan sebab berasal dari daerah yang jauh "Timur", yang tidak tahu-menahu persoalan 86 atau MoU di pusat.
Fakta bahwa realitas seperti itu yang terbaca publik, maka setiap keputusan pimpinan tertinggi adalah konsekuensi logis memicu dinamika yang timbul dari level bawah dan yang paling bawah menyentuh anggota yang sedetik saja baru di baiat MAPABA.
Kalaulah keputusan-keputusan itu terus diketuk sepihak, maka pastikan akan terus muncul kelompok-kelompok kecil, dari berbagai daerah Indonesia, yang kemudian membentuk aliansi besar yang terstruktur. Yang pada akhirnya kontekstasi 2024 berakhir collabse.(Rls/Ysr)
Penulis; (Yusran)