Imam Besar Istiqlal : Syarif Hidayatullah Anak Saya
JAKARTA, --Kongres PMII akan segera digelar. Kandidat-kandidatpun bermunculan dan bersiap saling bekontestasi dalam memperebutkan kursi nomor satu di organisasi tersebut. Dari beberapa nama calon ketua umum, mungkin hanya Muhammad Syarif Hidayatullah lah yang paling siap dan paling di unggulkan untuk mengisi kursi nomor satu tersebut.23 Februari 2021
Baru-baru ini, Syarif menyelesaikan buah fikirannya berupa buku dan menggelar peluncuran buku di Istiqlal, yang diberi judul PMII DI ERA DISRUPSI. Karya ini merupakan gagasan-gagasannyanya saat berproses di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), khususnya ketika menjadi Ketua PKC PMII Provinsi Sulawesi Selatan periode 2015-2017 hingga posisi saat ini sebagai Ketua Bidang Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) PB PMII periode 2017-2021.
Acara Peluncuran Buku PMII DI ERA DISRUPSI digelar pada hari Selasa, 24 Februari 2021 dari Pukul 09.00 WIB. dibarengi dengan penyerahan Santunan Anak Yatim. Hadir juga sebagai pembicara sekaligus pembedah buku ini Imam besar Istiqlal, yaitu Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA.
Menurut Syarif Hidayatullah, Era disrupsi merupakan sebuah era dimana lahirnya sebuah inovasi-inovasi baru yang akan menggantikan sesuatu yang lama dengan cara-cara yang baru. Hadirnya perubahan-perubahan yang begitu cepat yang disertai dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat maka dari itu, tambahnya, Kader PMII butuh gagasan-gagasan baru untuk menghadapinya.
Dalam acara peluncuran buku tersebut Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Menganggap Syarif Hidayatullah adalah anaknya.
“Syarif Hidayatullah adalah anak saya”
Beliau juga berpendapat
“ Saya mengapresiasi dengan Hadirnya Buku ini. Saya melihat ananda Muhammad Syarif Hidayatullah ini sudah bisa membaca pergerakan-pergerakan dan tantangan Zaman melalui buku PMII di era disrupsi ini.”
Syarif Hidayatullah berharap dengan adanya buku ini, akan membuka kran berpikir kader PMII dalam menjawab tantangan di era disrupsi tersebut dengan langkah-langkah strategis baik untuk kemajuan individu kader PMII, maupun organisasi PMII serta bangsa dan negara.
Buku ini, menjadi sumbangan gagasannya dan semoga dirinya tetap memberi manfaat dari generasi ke generasi. Pun jika dianggap tak memiliki manfaat, setidaknya ini menjadi cara Syarif Hidayatullah untuk mengikat ilmu yang dimilikinya agar tidak terlepas dan hilang dari sejarah, seperti apa kata Pramoedya Ananta Thoer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah”.
Dalam acara tersebut Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Memberikan kiat-kiat kepada Kader PMII menghadapi era disrupsi.
“Kader PMII harus pandai melobi. Tapi bukan hanya soal meloby senior, tokoh, pejabat, atau orang kaya. Namun juga meloby Tuhan.”
Dan diskusi tersebut ditutup Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Dengan pesannya
“Adik-adik ku, anak-anakku biasakanlah puasa Senin-Kamis dan Shalat malam.
Acara tersebut dihadiri oleh kader PMII dan peserta santunan dengan mengikuti protokoler kesehatan. Dengan memakai masker, mencuci tangan dan handsanityzer dan menjaga jarak.(rls/saf)