NASIONAL,--Selama pandemi Covid-19 di Indonesia, masyarakat lebih banyak dipekerjakan di rumah. Bahkan ada pula yang harus diberhentikan dari pekerjaannya.
Survei terbaru yang dilakukan oleh JobStreet terhadap 5.131 pencari kerja dan 486 perekrut menunjukkan, bahwa angka pengangguran diprediksi mencapai 11 juta orang pada akhir tahun 2020.
"Kami banyak melihat informasi. Diprediksi, akhir tahun ini pengangguran bakal meningkat 4 juta-5 juta sehingga akan mencapai 11 juta. Ini adalah angka yang sangat signifikan," ungkap Manager Jobstreet Indonesia, Faridah Lim dalam diskusi virtual, pada Kamis (8/10/2020).
Berdasarkan hasil survei yang ada, mayoritas tenaga kerja atau sekitar 54 persen dari mereka terkena dampak dari pandemi Covid-19, yang sampai saat ini belum juga berakhir. Detailnya, 35 persen pekerja diberhentikan secara permanen atau PHK dan 19 persen dirumahkan oleh perusahaan.
"Itulah data yang kami dapatkan, bahwa valid terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dari dunia usaha," tutur Faridah.
Adapun sektor pekerja yang paling terdampak, antara lain; hospitality (85 persen), pariwisata (82 persen), tekstil (71 persen), makanan dan minuman (69 persen) serta arsitektur/konstruksi (64 persen).
Dunia usaha terdampak karena ada pembatasan aktivitas di ruang publik.
Survei JobStreet juga menemukan bahwa 43 persen pekerja di Indonesia mengalami pemotongan gaji lebih dari 30 persen selama diberlakukannya PSBB.
Hal ini berpengaruh pada kepuasan pekerja terhadap kualitas hidup yang turun secara signifikan dari 92 persen pada tahun lalu menjadi hanya 38 persen.
Jika seseorang tidak puas dengan kualitas hidupnya, tentu akan ada pengaruh pada tingkat kebahagiaan mereka.
JobStreet mencatat, bahwa persentase pekerja yang bahagia dengan karirnya sebelum Covid-19 mencapai 90 persen, namun saat ini hanya mencapai 38 persen.
"Perubahan pola kerja serta adaptasi terhadap kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya mempengaruhi indikator tersebut," kata Faridah.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, mayoritas atau sebanyak 32.66 persen perusahaan telah mengurangi jam kerja mereka di masa pandemi Covid-19.
Hal ini untuk mengurangi biaya operasional di tengah turunnya pendapatan saat pandemi.
Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS, Nurma Midayanti mengatakan, informasi tersebut berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan BPS beberapa waktu lalu kepada ribuan pelaku usaha.
Sementara, 17.06 persen perusahaan merumahkan karyawannya tanpa dibayar.
"Kemudian diberhentikan dalam waktu singkat ada 12.83 persen, perusahaan yang merumahkan karyawan dengan pembayaran upah sebagian ada 6.46 persen, dan perusahaan merumahkan karyawan dengan upah dibayar penuh ada 3.69 persen," terang Nurma.
Nantinya, lanjut dia, kondisi ini akan berdampak pada jumlah pekerja di beberapa subsektor industri. Beberapa sektor yang dimaksud, seperti perdagangan, reparasi, perawatan mobil, industri kertas dan barang dari kertas, industri farmasi, produk obat kimia dan tradisional, angkutan udara, agen pos, pos komersial, penyediaan akomodasi, termasuk mamin (makanan dan minuman).
Dari sisi pekerja lainnya, hasil survei menunjukkan 56,4 persen pekerja masih tetap bekerja di masa pandemi. Kemudian, jumlah masyarakat yang menganggur adalah 22,74 persen dan 2,52 persen terkena PHK.
BPS juga mencatat jumlah pengangguran sekitar 6.88 juta pada Februari 2020. Artinya, jika ada kenaikan 4 juta-5 juta orang, maka jumlah pengangguran dapat mencapai lebih dari 12 juta orang tahun ini.
Di kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Sumiyati memprediksi jumlah pengangguran bertambah sekitar 5.23 juta orang untuk skenario sangat buruk pada 2020.
Kemudian, untuk skenario berat, jumlah pengangguran diproyeksi naik 4.03 juta orang.
Sumber : pasardana.id