-->

Notification

×

Indeks Berita

Klik Gambar Untuk Mendengarkan

Ini Klarifikasi Wartawan “ANTARA” Korban Pengeroyokan Aparat Saat Liputan Demo

Rabu, 25 September 2019 | September 25, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-09-25T04:03:49Z
Ini Klarifikasi Wartawan “ANTARA” Korban Pengeroyokan Aparat Saat Liputan Demo


MAKASAAR, –Aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Makassar di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada selasa kemarin, berujung kericuhan.

Massa dari aliansi pergerakan mahasiswa se kota Makassar bentrok dengan pihak aparat keamanan yang mengakibatkan tiga orang wartawan ikut mengalami pengeroyokan oleh pihak aparat.

Muh Darwin Fatir salah satu wartawan LKBN Antara yang menjadi korban pengeroyakan saat ditemui rekan media mengatakan, “begini kejadian sebenarnya sebelum bentrokan kedua belah pihak pecah”, Rabu (25/09/2019).

“Saat itu sejumlah mahasiswa dari berbagai elemen berhasil tembus ke kantor DPRD Sulsel. Pada awalnya kegiatan berlangsung kondusif, namun setelah peserta aksi merengsek ke pintu masuk gerbang utama, terjadi adu ketegangan karena mahasiswa berusaha merubuhkan gerbang pagar kantor dewan setempat”.

“Entah siapa terpancing emosi duluan, kemudian sejumlah polisi langsung menembakkan gas air mata ke arah demonstran, disambung water Canon ke arah pendemo, otomatis massa aksi berhamburan”.

“Hal inilah yang dimanfaatkan aparat untuk membubarkan mahasiswa dengan cara represif bahkan ada beberapa oknum melempari mahasiswa dengan batu yang berlarian kearah showroom mobil dan rumah warga yang berdekatan dengan lokasi bentrokan”, jelasnya.

Lanjut kata Darwin, “Akan tetapi masih banyak diantara mahasiswa yang masih bertahan hingga mencoba kabur dengan memanjati pagar tembok rumah warga setempat karena sudah tersudut”.

“Beberapa oknum polisi itu pun berlarian menangkapi mereka dan terlihat sangat emosional, lalu memukulinya secara brutal bahkan diantara mereka ada yang berdarah-darah. Padahal mereka belum tentu pelaku kriminal apalagi melakukan aksi anarkis, tapi dipukuli kaya pencuri oleh aparat. Entah apa yang ada dipikiran penegak hukum kita saat itu”.

Karena merasa iba, “saya berusaha untuk mengingatkan para aparat penegak hukum ini untuk tidak memukuli mahasiswa seperti itu. 

“Saya berusaha mengingatkan bahwa perlakuan itu diliput media, dan imbasnya bisa berakibat pada kredibilitas kepolisian di mata publik. Karena kejadian itu fakta, maka jurnalis berhak meliputnya sebab di lindungi Undang-undang Pers”, ungkapnya.

“Namun beberapa oknum kepolisian ini malah melarang meliput dan mencoba menghalang-halangi saya mengambil gambar bahkan ada yang menghardik saya dengan kata-kata menantang, dikerumuni dan selanjutnya saya malah dipukuli beramai-ramai seperti mahasiwa tadi”.

Untuk menghentikan pemukulan yang dilakukan oleh pihak aparat, saya bersama teman – teman media lainnya yang juga meliput berusaha mengatakan bahwa “kami dari media, kami wartawan”, tapi tetap disikat, hingga kepala saya yang terkena pentungan mengalami bocor, tangan lebam hingga perut dan dada masih sesak sebab dihadiahi tendangan sepatu laras dari petugas yang masih berbekas dibaju putih yang saya kenakan ini”.

Beruntung ada Kapolrestabes Makasar yang memeluk saya untuk diselamatkan dari amukan oknum-oknum itu hingga berhasil keluar dari zona merah tempat mereka melampiaskan kemarahannya kepada mahasiswa. 

“Setelah itu saya dibawa oleh teman teman wartawan untuk berisitirahat sejenak dan selanjutnya saya dilarikan ke rumah sakit Awal Bros Makassar”, ucapnya.

Darwin menambahkan, “setibanya kami di rumah sakit Awal Bros Makassar, ternyata ada puluhan mahasiswa yang terkapar, sampai pihak rumah sakit pun terpaksa menjadikan ruang pelayanan sebagai unit gawat darurat, karena ruang IGD sudah penuh”.

“Sampai saat ini kepala saya masih sakit, dan semua badan terasa lemah usai dirawat di Rumah Sakit setempat”. Saya tidak menyangka apakah perlakuan aparat harus sebrutal itu kepada wartawan, apakah selama mereka dididik diajarkan bisa memukuli sodaranya sendiri”.

“Tidakkah penanganan mahasiswa bisa lebih baik dari pada harus refresif mengingat ini adalah agenda nasional yang menggerakkan hampir seluruh mahasiswa di Indonesia”.

“Mereka tidak dibayar untuk aksi, tapi mereka mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Gerakan mahasiswa hari ini murni bukan bayar-bayaran yang biasanya diduga dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan hanya untuk kepentingan kelompok dan golongannya”, tutupnya.(bestnews/Rls)

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update