BNPT Libatkan Guru Dalam Pencegahan Terorisme di Sulawesi Selatan |
GOWA,--Badan Nasional Penaggungan Terorisme (BNPT) menjalin kerjasama dengan masyarakat di Sulawesi Selatan dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme di Sulawesi Selatan. Lewat guru-guru agama dari Paud, TK, SD, SMP hingga SMA dari Gowa dan Makassar bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Selatan BNPT menggelar kegiatan “harmoni dari sekolah” integrasi nilai-nilai agama dan budaya di sekolah dalam menumbuhkan haromoni kebangsaan.
Kegiatan dilaksanakan di Padivalley Golf Club Pattalassan Kabupaten Gowa dengan jumlah peserta lebih dari 100 orang. Kegiatan tersebut diharapkan oleh Ketua FKPT Sulawesi Selatan Prof. Dr. Arfin Hamid,M.H dapat membangun sinergitas oleh masyarakat khususnya guru-guru sekolah terkait pencegahan paham radikalisme dan terorisme.
“Kegiatan ini adalah langkah dalam membangun sinergitas terhadap masyarakat, khususnya guru-guru agama dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme di Sulawesi Selatan”, jelas Arfin saat memberi sambuatan. 28/08/2019.
Tambah Arfin, kerja-kerja untuk menghalau radikalisme dan terorisme sudah berjalan selama 7 tahun setelah FKPT Sulawesi Selatan pada tahun 2013. Dan kegiatan ini adalah kegiatan ketiga FKPT dari lima kegiatan yang telah direncanakan.
Sementara Direktur Pencegahan BNPT Ir. Hamli, M.E dalam sambutan yang dibacakan olek Kasubdit Pengamanan Lingkungan BNPT Kol. Czi. Rahmad Suhendre menyampaikan bahwa Kelompok pelaku terorisme tinggal dan berbaur di tengah-tengah masyarakat .
“Kita semua harus meningkatkan kewaspadaan dini agar pahamnya tidak sampai memapar masyarakat yang lain. Untuk itu, membutuhkan sinergi pemerintah dan masyarakat khususnya Guru dan Kepala Sekolah dalam mendidik peserta didiknya agar tidak terpapar paham radikalisme dan terorisme” ajak Rahmad kepada peserta kegiatan.
Sealain itu, Kapolda Sul-Sel Irjen. Pol. Drs. Hamidin yang juga ikut sebagai narasumber menyampaikan pola penyebaran paham radikalisme dan terorisme di tengah Masayarakat. Menurutnya bahwa pertalian darah antar pelaku terror, patron ketokohan, dendam terhadap pihak pemerintah, serta social media bisa menjadi pola penyebaran dan perekrutan.(Rls)