RAMADHAN,--Bagi masyarakat Indonesia, bulan suci Ramadhan pada tahun ini menemukan momentum yang sangat tepat karena jatuh setelah bangsa ini melakukan hajatan demokrasi dalam pemilu 2019. Dalam kondisi masyarakat yang sempat terpisah karena pilihan politik bulan Ramadhan bisa menjadi ajang untuk meminimalisir dampak buruk dari kontenstasi politik yang berlangsung beberapa waktu lalu.
“Bolehlah berkontestasi atau bermusabaqoh. Tetapi bermusabaqohlah atau berkontestasilah secara jujur, adil dengan menggunakan pikiran, hati dan perasaan secara baik, utuh, manusiawi dan berakhlakul karimah,” kata Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, H Ahmad Syafii Mufid, Selasa (7/5) di Jakarta.
Dia mengatakan, bulan Ramadhan kali ini jangan dimaknai sebagai ibadah yang ‘sekedar’ menahan lapar dan haus, tetapi lebih dari itu, seharusnya dimaknai untuk menahan diri dari emosi, kebencian dan perpecahan. Bulan yang diperingati oleh seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia seharusnya dijadikan momentum terbaik untuk membangun persaudaraan dan perdamaian.
Oleh karenanya, pascapesta demokrasi yang telah dijalankan bangsa ini, dirinya meminta kepada seluruh masyarakat agar dapat menjalin silaturahmi dengan tidak mengumbar emosi, kebencian, makian dan permusuhan. Dirinya merasa prihatin terhadap kelompok yang masih saja mengutamakan diri sendiri atas kelompok lain.
“Bulan Ramadan ini tentunya harus kita gunakan sebagai wadah untuk penyucian pikiran agar pikirannya itu menjadi pikiran yang sehat dan pikiran yang bertanggung jawab. Dengan merenungkan dan memaknai Al-Qur’an itu mudah-mudahan bisa menjadi petunjuk mengenai apa yang harus kita lakukan dalam kondisi bangsa semacam ini,” ujarnya.
Hal ini penting untuk ia ingatkan, mengingat sepanjang pemilu berlangsung ia mendapati banyak kampanye negatif dan kampanye hitam yang disebarluaskan di media sosial dari kelompok satu terhadap kelompok lainnya. “Maka kita perlu banyak istighfar kepada Allah dan membaca Al-Qur’an untuk mendapat petunjuk untuk membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang salah,” ujarnya. (Red: Ahmad Rozal/NU online)