Istimewa |
RAMADHAN,--Mayoritas penduduk muslim di Indonesia patut bersyukur. Satu-satunya negara di dunia yang ada tradisi keliling kampung membangunkan sahur.
Tujuannya tak lain adalah mengingatkan masyarakat Muslim yang hendak menjalankan ibadah puasa untuk melaksanakan sahur. Warga yang non-Muslim pun tidak protes. Begitu pula saat perayaan Nyepi di Bali, misalnya, Bandara I Gusti Ngurah Rai tutup sementara, dan orang Muslim yang ada di Bali juga tidak melancarkan protes.
Sebuah keberagaman yang berlangsung dalam bingkai saling menghormati.
Sebagaimana kita ketahui, hukum dasar sahur adalah sunnah. Rasulullah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik sebagai berikut:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Artinya: “Sahurlah kalian semua. Sesungguhnya sahur itu mengandung keberkahan.” (HR Bukhari: 1923)
Para ulama sepakat bahwa hukum sahur adalah sunnah karena sahur menunjang kekuatan seseorang untuk melaksanakan puasa. Sebagaimana orang yang ingin kuat shalat malam (tahajjud), maka siangnya disunnahkan tidur sebentar sebelum dhuhur yang biasa disebut qailulah. Rasulullah ﷺ bersabda:
استعينوا بأكل السحر على صيام النهار، وبقيلولة النهار على قيام الليل
Artinya: “Berusahalah mencari pertolongan dengan makan sahur untuk puasa siang hari kalian dan dengan melalui perantara tidur qailulah supaya kuat menjalankan ibadah shalat malam.” (HR Hakim)
Sahur juga menjadi pembeda antara konsep puasanya ahlul kitab dan umat Nabi Muhammad ﷺ. Hal ini disampaikan oleh Baginda Nabi dengan hadits marfu’ dari Amr bin Ash:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Artinya: “Yang membedakan antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab terletak pada makan sahur.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, [Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H], juz 4, halaman 130) .
Santap sahur umumnya dilaksanakan mendekati waktu subuh atau sekitar pukul 03.00-04.00 untuk waktu Indonesia. Namun, bagaimana bila makan sahur dijalankan sebelum tengah malam? Secara umum di Indonesia, tengah malamnya adalah sekitar pukul 00.00 karena waktu maghrib sekitar pukul setengah enam petang, sedangkan waktu terbitnya matahari sekitar pukul setengah enam pagi juga. Kasusnya bisa berbeda untuk negara-negara yang mengalami empat musim.
Syekh Ibrahim Al-Baijuri menyatakan, sahur yang dilaksanakan sebelum melewati tengah malam tidak mendapatkan kesunnahan karena waktu sahur dibatasi mulai tengah malam sedangkan jika sebelum tengah malam tidak dinamakan makan sahur.
وقوله وتأخير السحور – إلى ان قال – ويدخل وقته بنصف الليل، فالأكل قبله ليس بسحور فلا تحصل السنة
Artinya: “Waktu sahur masuk mulai tengah malam. Makan sebelum waktu tersebut tidak dinamakan sahur. Dengan demikian tidak mendapatkan kesunnahan.” (Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, [Darul Kutub al-Islamiyah, Jakarta, 2018], juz 1, halaman 564).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa waktu sahur dimulai dari tengah malam sampai fajar shadiq.
Makan yang dilakukan sebelum tengah malam tidak dinamakan sahur. Dan yang menjadi catatan, dalam sahur sendiri ada kesunnahan mengakhirkan, atau waktunya mepet ke waktu subuh. Masing-masing mempunyai kesunnahan tersendiri.
Orang yang sahur pukul 01.00 dini hari—karena sudah melewati tengah malam—mendapatkan satu kesunnahan, dan apabila sahurnya pukul setengah jam lagi masuk waktu subuh, maka juga mendapatkan kesunahan tambahan berupa mengakhirkan waktu sahur. Wallahu a’lam.
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang / NU ONLINE