-->

Notification

×

Indeks Berita

Klik Gambar Untuk Mendengarkan

Ashari Bahar; Kaca Mata Politik Bagi Intelektual Muda, Kemana Arahnya,!

Jumat, 05 April 2019 | April 05, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-04-05T01:42:50Z
Ashari Bahar; Mantan Ketua PMII Cabang Kota Makassar



OPINI,--Masihkah sajian politik yang sama.? Sebagai salah satu kader PMII Makassar sengaja saya mengangkat judul dari tulisan ini sebagai bahan refleksi.

Salah satu hal yang kerap terjadi pada pelaksanaan pemilu adalah soal perebutan kekuasaan yg bisa melahirkan persaudaraan atau bahkan bisa menimbulkan permusuhan. Keduanya mudah sekali terjadi. 

Namun sangat disayangkan ketika output dari proses politik kita ialah permusuhan yang biasa terjadi ditengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini, Peran yg sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi output permusuhan yang tiap tahun menjadi budaya politik kita ialah melalui kesadaran kaum intelektual muda.

Kaum intelektual muda yg dianggap cerdas dan memiliki pemikiran yang jernih justru banyak ditemukan tidak ingin terlibat dalam urusan politik. Kesadaran yang dimiliki terutama menyangkut pemikiran dan pemahaman, lebih sering diproyeksikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan semata.
Para intelektual muda seperti seorang aktivis mahasiswa atau aktivis organisasi lainnya, Lebih memiliki kepekaan terhadap kondisi ketimpangan sosial ketimbang ketimpangan politik.

Kaum intelektual muda sering dianggap sebagai kelompok yang kurang minat pada proses politik dan persoalan politik, Tingkat kepercayaan rendah pada politisi, batasan ruang berpolitik dilingkup kampus serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan membuat pandangan ini sering kali dibenarkan.

Kurangnya membangun kesadaran terkait tipikal perpolitikan yg lebih banyak dipengaruhi kondisi finansial bukan intelektual, Sikap pesimistik yang mewarnai cara berpikir kaum intelektual muda terhadap masalah politik adalah dampak dari keadaan politik kita yang masih belum sehat.
Politik, sebagai sebuah sistem, di mana pun dan kapan pun, pasti baik. Ini berbeda jika politik sudah masuk ke ranah praktik. Kita sering mendengar bahwa antara teori dan praktik kadang bertolak belakang. Meski tidak akan pernah ada teori tanpa praktik. Tapi, karena dua hal ini sudah sering dipertentangkan, maka anggap saja itu sebuah kebenaran.

Lalu, di mana peran intelektual muda? 

Sebenarnya, di sinilah problemnya.
Ada kekeliruan yang sejak awal sudah menuntut pada kesesatan berpikir, bahkan secara linier sekalipun. Membangun politik yang sehat sebenarnya bukan dimulai dari bagaimana mengubah keadaan yang sudah sebegitu terlanjur buruk. 

Banyak anggapan bahwa berpolitik adalah soal dukung mendukung untuk saling menjatuhkan antara yang didukung maupun para pendukung. Anggapan seperti ini dijadikan salah satu alasan kaum intelektual muda untuk mengambil poros tengah dan tidak terlibat dalam perpolitikan. Sejatinya anggapan atas perpolitikan yang buruk tidak seharusnya mengambil sikap untuk menarik diri sepenuhnya dari perpolitikan.
Langkah-langkah strategis generasi intelektual dalam mengisi perpolitikan dapat dilakukan dengan beragam cara, misalnya mendorong gerakan anti money politik atau kampanye hastag yang sifatnya positif sebab itu bagian proses politik yg seharusnya tidak bisa ditinggalkan oleh generasi intelektual muda, Tidak mencontohi praktik politik dengan mengambil sikap golput ataupun sikap alergi politik sebab itu bagian dari kesesatan emosional.

Ada satu anggapan bahwa jika kita sudah tidak percaya lagi dengan politik, maka hancur sudah masyarakat kita. Anggapan ini tentu saja dapat dibenarkan mengingat berpolitik adalah cara bagaimana kita dapat menemukan sebaik-baiknya pemimpin. Seberapa berkualitaskah ia dapat mengubah dan menyejahterakan masyarakatnya.

Tahun 2019 merupakan momentum politik yang membutuhkan lebih banyak peran generasi intelektual muda untuk melawan generasi terdahulu atau kita sebut saja generasi finansial sebab di generasi mereka kita diperkenalkan secara vulgar bahwa finansial sebagai alat utama politik. Mengubah finansial dan menjadikan intelektual sebagai alat utama dalam berpolitik bukan perkara hal mudah jika kaum intelektual nya hanya berdiam diri menikmati sajian politik.

Penulis : Ashari bahar atau yang biasa disapa Ciko, Paling suka bersemedi di sudut pos ronda sembari menikmati kopi hitam campuran sedikit gula dan garam untuk memperkuat mata agar tak mudah ngantuk. Resepnya silahkan dicoba. Wassalam.

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update