-->

Notification

×

Indeks Berita

Klik Gambar Untuk Mendengarkan

Membaca Potensi Keterpilihan Caleg Muda Dalam Pemilu 2019

Kamis, 07 Februari 2019 | Februari 07, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-02-07T05:37:55Z

Abd. Rasyid (Pemerhati Demokrasi)


OPINI,--Pemilu 2019 sangat berbeda dengan pimilu sebelumnya dimana pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara terpisah dengan pemilihan anggota legislatif.

Pemilu kali ini akan mengintegrasikan dua sistem yang berbeda yaitu pemilihan calon presiden-wakil presiden dan calon anggota legislatif dari pusat sampai daerah akan dipilih secara serentak, sistem ini diyakini lebih efektif tapi juga akan menimbulkan kebingungan kepada masyarakat pemilih utamanya bagi pemilih pemula dan kaum lansia, khusus kepada partai politik akan ada hambatan serius terutama bagi partai yang tidak memiliki figur kuat untuk menaikkan elektabilitasnya, berbeda dengan partai politik yang memiliki figur capres atau cawapres tentu akan di untungkan dengan efek eloktoral dari figur tersebut, sehingga perlu strategi jitu bagi semua kontestan politik untuk menghadapinya.

Dengan diberlakukannya sistem baru ini, ruang politik semakin kompleks dan  pasti eskalasinya juga semakin tinggi sehingga menarik untuk diperbincangkan terutama dari sisi segmentasi pemilih dan calegnya.

yang menarik kali adalah calon anggota legislatif dari kalangan pemuda terlihat dominan, tingginya minat anak muda ikut serta dalam kontestasi politik kali ini menjadi kajian khusus bagi pengamat atau pemerhati demokrasi, meskipun tidak ada data pasti mengenai berapa persen keterlibatan anak muda dalam pencalegkan 2019, yang pasti disepanjang jalan dan sudut kota banyak terpasang baliho dan poster calon anggota legislatif muda mulai dari caleg tingkat kabupaten-kota, provinsi maupun pusat. Itu artinya keterlibatan peserta pemilu dari kalangan anak muda cukup tinggi, berbeda dengan sebelumnya yang lebih didominasi oleh generasi senior.

Dalam konteks sosial politik, ini adalah hal yang lumrah dalam dunia demokrasi karna di negara yang menjalankan sistem ini juga mengalami hal yang sama namun perlu kajian dan analisa tersendiri, mengapa minat pemuda terjun dalam dunia politik cukup besar apakah ini respon atau tanda menurunnya public trust (kepercayaan publik)  terhadap kemampuan orang yang lebih diatas (tua) dalam mengelola politik, ataukah karna ekspektasi terhadap pendapatan politisi (eksekutif dan legislatif) cukup menjanjikan sehingga mereka berbondong-bondong ikut berpatisipasi, tapi semoga saja spekulasi ini tidak benar.

Bukan bermaksud mengusik soal politik identitas apa lagi mendikotomi terhadap kelompok-kelompok sosial mana yang paling unggul dalam berpolitik, melainkan hanya berusaha mengklasifikasi segmen pemilih yang sangat plural saat ini.

Oleh sebab itu sebagai pemerhati demokrasi saya memiliki argumentasi tersndiri kalau terbukanya semangat dan keinginan pemuda hari ini semata karna sistem demokrasi kita memang membuka ruang kepada siapa saja yang potensi dan memenuhi persyaratan termasuk pemuda, dan yang lebih utama bagi saya adalah mereka menyadari separuh kehidupan umat manusia dipengaruhi oleh kebijakan politik yang menjadi esensi dasar dalam membuat kebijakan-kebijakan besar dan strategis yang menguntungkan kepada kepentingan masyarakat luas sehingga mereka merasa perlu ambil bagian dalam pengambilan kebijakan itu.

Kehadiran anak muda dalam kanca perpolitikan lokal, regional maupun nasional adalah tantangan baru bagi politisi senior yang sudah lama bergelut dalam dunia ini, dan juga menjadi ujian bagi kaum muda untuk berkompetisi dengan orang yang lebih pengalaman, tentunya kita tidak ingin menciptakan ruang politik yang gaduh dan sekat sosial dalam masyarakat, bukan pula untuk dihadap-hadapkan sampai menciptakan sebuah istilah yang mengandung unsur propokatif seperti anggapan bahwa kehadiran anak muda menjadi ancaman bagi politisi tua dan pada akhirnya terjadi persaingan diluar konteks misalnya saling menjatuhkan antar sesama caleg hingga kesesama pendukung.

Perlu diingat jumlah pemilih muda atau yang akrab disebut kaum milenial pada periode ini cukup tinggi sesuai data KPU ada sekitat 40-an persen pemilih muda yang tercatat pada tahun 2019 nanti, jumlah yang cukup pantastis dan menjadi penentu kemenangan pilpres maupun pileg, meski tidak ada jaminan kalau pemilih muda akan lebih cenderung memilih sesamanya anak muda tapi setidaknya ada keuntungan tersendiri bagi caleg muda yakni menjual label atau brand atas nama pemuda misalnya pemuda lebih energik, progresif dan lebih visioner, ketika priming ini dijadikan fokus kampanye maka akan terkonstruksi sebuah opini pada masyarakt luas.

Disisi lain anak muda akan terhambat dengan issu bahwa pemuda belum banyak tau dan minim akan pengalaman sehingga mereka hanya bisa memberikan harapan, bagi saya inilah tantangan yang harus dijawab dengan rasional dan bijak.

Di tempat lain terutama di kampung-kampung masih banyak masyarakat kurang yakin akan kemampuan anak muda dan sering kita dengar istilah dari mereka "masih terlalu muda" ini gambaran bahwa tingkat penerimaan masyarakat terhadap politisi muda masih rendah, parahnya karna persepsi ini tersebar hampir disemua segmen pemilih, dengan demikian tugas caleg muda adalah mematahkan persepsi itu dengan menjual gagasan berkualitas, konstruktif dan berpihak terhadap masyarakat luas, dengan cara tersebut saya yakin sedikit-banyaknya akan mampu merubah preferensi politik masyarakat.

Dalam perspektif lain tingginya semangat anak muda terlibat dalam urusan politik menandakan demokrasi kita mengalami dinamika yang baik, sehingga perlu diapresiasi dan semua preseden buruk soal anak muda harus dibuang dari nalar sehat kita.

Lalu Bagaimana Potensi Keterpilihannya?

Pada dasarnya semua calon anggota legislatif memiliki kesempatan dan peluang yang sama, tinggal metode atau startegi apa yang mereka gunakan untuk merebut simpati pemilih karna mengingat jumlah caleg cukup banyak maka perlu pola tersendiri dalam melakukan sosialisasi dan kampanye ke masyarakat khususnya dalam menyampaikan rencana program.

Melihat kondisi masyarakat pemilih terutama pada pemilih milenial yang masih terjanggal rasa apis terhadap dunia politik adalah tantangan utama para caleg untuk memaksimalkan kemenangan, mereka sangat penting diedukasi khususnya pengetahuan politiknya demi menciptakan demokrasi yang berkualitas, olehnya itu kemampuan memetakkan (mapping) dan kecakapan mengenali karakter dan harapan pemilih adalah poin yang penting untuk dikuasai, selanjutnya kemampuan memainkan ritme politik juga hal yang cukup perlu.

Selain itu tantangan yang tak kalah penting dalam kontestasi politik hari-hari ini adalah urusan kost atau biaya politik, ditengah menjamurnya politik uang (money politic) membuat masyarakat semakin pragmatis sehingga kualitas demokrasi kita semakin tercederai maka diperluka politisi-politisi muda yang visioner dan berkualitas untuk mengembalikan kesucian demokrasi kita. Secara pribadi saya melihat ada dua macam penilain atau persepsi pemilih terhadap politisi muda.

Pertama: dalam urusan politik kencenderungan sebagian pemilih masih menggantungkan harapannya kepada calon yang lebih dewasa dalam hal ini yang lebih tua karna menganggap urusan politik adalah urusan orang tua dan menganggap mereka lebih arif dalam mengambil kebijakan, segmen ini banyak ditemukan di desa yang memiliki ciri masyarakat homogen dan dominan pemilih sosiologis dan psikologis.

Kedua: sebagian pemilih tidak mempersoalkan umur atau usia, yang mereka nilai adalah kualitas dari seorang caleg termasuk tingkat pendidikannya (pemilih rasional), segmen ini banyak ditemukan di daerah perkotaan yang memiliki kehidupan yang lebih kompleks dan lebih heterogen.

Dengan demikian polarisasi pemilih penting menjadi kajian khusus demi mendapat dukungan yang maksimal. Semoga tingginya kesadaran pemuda masuk dalam dunia politik didorong oleh kesadaran kemanusiaan bukan karna ambisi kekuasaan belaka.

Mengutip pernyataan seorang senior "Jangan jadikan jabatan eksekutif dan legislatif sebagai sebuah pekerjaan yang berpenghasilan karna disitulah tumbuh benih korupsi tapi jadikanlah jabatan itu sebagai pengabdian supaya tercipta kepemimpinan yang baik" Anak muda adalah harapan dan airon stoch untuk kepemimpinan selanjutnya.

Semangatki anak muda!!!!

Oleh: Abd. Rasyid (Pemerhati Demokrasi)

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update