Muhammad Nur Afif
( Pmii cab.gowa, Mahasiswa KPI fak.Dakwah dan komunikasi )
|
SUARA MAHASISWA,--Mengenai tentang dakwah, kita akan tertuju pada kata, ajakan, menyeruh, mengabarkan tentang Islam, baik itu berupa masalah ketauhidan, akhlak, fiqih, aqidah, hadits maupun alquran. Dari beberapa dekade hal itu terus di sebarkan di belahan bumi ini, tapi hal yang harus di perhatikan kata Dakwah agaknya harus kita kembangkan lebih jauh lagi, bukan kok itu itu saja, karena masalah seperti syariat sudah menjadi darah daging dalam kehidupan bermasyarakat terutama di pedesaan. Tapi bukan berarti kok masalah syariat harus di sepelekan ataupun ditinggalkan begitu saja, masalah syariat tetap kita gaungkan akan tetapi masalah lainpun harus kita kembangkan terlebih lagi itu untuk masalah dakwah.
Kembali pada masa dahulu, bagaimana para pedagang, mubaligh, ulama, kyai dan para wali menyebarkan islam mulai dari awal, bahkan untuk dua kalimat syahadat harus di jelaskan secara luas bukan hanya sekedar meniru ucapan dari sang pendakwah contohnya saja sunan kalijaga yang menjelaskan islam menggunakan alat sebagai metodenya seperti wayang yang di awali tentang dua kalimat syahadat atau kata lain dengan kalimosodo, hal ini merupakan merupakan metode sunan kalijaga dalam menjelaskan Islam melalui wayang karna masyarakat setempat pada saat itu menyukai wayang begitupun sampai saat ini, Cara seperti in wajar karena masyarakat pada saat itu islam masih belum di anut. Bahkan cara ini bisa menjadi perkara yang wajib dimiliki oleh seorang pendakwah, karna selain harus memiliki ilmu pengetahuan agama yang memumpuni, di sisi lainpun para da’i harus bisa melihat situasi dan kondisi geografis masyarakat pada saat itu. Jika kita mengaitkan dakwah dahulu atau tradisional untuk saat sekarang yang notabenenya semua serba modern agaknya penerapan dakwah yang dulu masih bisa di gunakan bahkan mungkin saja menjadi wajib kembali karna melihat situasi saat ini yang carut marut karna persoalan keagamaan. Dan juga saat ini banyak pendakwah anyaran ( baru ) dengan entengnya menafsirkan Al qur’an dan hadits sesuai dengan logikanya sendiri padahal dalam menafsirkan qur’an maupun hadits memiliki cara tersendiri, alih alih ingin menyampaikan dakwah yang SEHARUSNYA bisa menjadi jembatan agar kegersangan di masyarakat mendapatkan kesejukan atau bahkan menurunkan hujan, eh malah membakar masyarat dengan logikanya sendiri, padahal yang di sampaikan juga kan tentang ajaran Islam tapi kok malah membuat orang lain kepanasan tidak karuan, nah disinilah kita perlu mencari cara agar bisa menerapkan islam dengan suasana yang sejuk, damai, tentram.
Tapi penerapan apa yang perlu kita terapkan pada saat ini ??? bukannya ajaran Islam yang dulu dan sekarang itu sama ??? pertanyaan seperti ini mungkin saja akan7 muncul jika kita ingin melakukan dakwah dengan cara tradisional, Iya memang ajaran Islam yang di bawakan oleh Rasulullah SAW sampai pada saat ini tidak ada yang berubah, hanya saja bagaimana cara kita menyampaikan ajaran itu agar tidak terjadi kesalapahaman dalam memahami islam itu sendiri terlebih lagi jika itu akan menyinggung perasaan orang lain, seperti yang tertulis di atas, ingin memadamkan api dengan air tapi malah keliru minyak tanah.
Keadaan yang sekarang terjadi di masyarakat luas terutama dalam dunia pendidikan terkhusus bagi mahasiswa, yang baru belajar Islam, itupun hanya sebatas belajar di media sosial saja, dengan lancang menjelekkan yang lain yang berbeda dengannya, dengan suara lantangnya menyuarakan yang lain untuk berHijrah dan kembali pada Al qur’an dan hadits, lahhh emang di kira kita yang berbeda dengan pemahamannya itu menggunakan kitab sutasoma bukan menggunakan Al qur’an dan Hadits, dengan ucapan seperti itu siapa juga yang tidak gemes dengan perkataannya, menyuruh kembali kepada Al qur’an dan Hadits padahal kita dari lahir juga sudah berpegang pada Al qur’an dan Hadits, jika orang seperti ini yang baru belajar agama di hadapkan dengan santri yang sudah lama mondok atau paling tidak tiga tahun lah, di kasih hafalan haditsnya atau hafalan alfiyah, paling garuk garuk kepala.
Nah melihat fenomena seperti ini, yang sudah tersebar seantero Indonesia, agaknya para pendakwah harus bisa membaca dengan cara apa dakwah ini bisa di sebarkan tanpa mengurangi substansi dakwah itu sendiri yaitu mengajak pada kebaikan bukan malah mengajarkan kafir kafiran kepada sesama muslim.
Bagi para pendakwah yang ingin menyebarkan ajaran islam pada masyarakat luas dengan melihat kondisi yang sekarang agaknya memulai dakwah dengan menerangkan apa itu Perbedaan apa itu Toleransi apa itu persatuan apa itu kesatuan, setelah itu menerangkan tentang ketauhidan kepada masyarakat, dengan kondisi yang seperti ini karna tidak di terangkan pun sudah ada sila pertama dalam badan Pancasila yaitu KETUHANAN YANG MAHA ESA dan itu dari taman kanak kanak pun sudah di ajarkan oleh guru gurunya dan para orang tua masing masing. Karna jika masalah ketauhidan kita masih permasalahkan padahal itu menjadi tugas individu masing masing akan menjadi tambah runyam situasinya di tambah lagi madzhabku madzhabmu, ulamaku ulamamu, organisasiku organisasimu dan agamaku agamamu, dan yang masih panas panasnya partaiku partaimu. Jika terus dibiarkan begitu tanpa memiliki dasar jiwa toleransi yang tinggi bisa kacau semuanya, semua memandang yang beda dengannya adalah musuh bukan lagi kawan. Padahal yang menciptakan kita berbeda adalah Allah SWT bukan buatan luar negeri yang ada tulisannya mudah pecah.
Inilah inti dari penerapan dakwah yang sebenarnya untuk saat ini, bukan hanya yang tradisional tapi juga modern, bagaimana agar kita bisa menanamkan jiwa toleransi kepada masyarakat, bisa meyakinkan masyarakat bahwa perbedaan adalah SUNNAH. semoga kita sebagai masyarakat muslim dan non muslim terhindar dari perpecahan dalam satu tubuh bangsa. Wallahu a’lam bisshowab
Muhammad Nur Afif
( Pmii cab.gowa, Mahasiswa KPI fak.Dakwah dan komunikasi )