Ket foto : Penulis : Musaddiq Mahasiswa UNM |
OPINI,--imensi ibadah puasa terdiri dari lahir dan batin. Ibadah yang dilaksanakan bulan Ramadhan ini tidak hanya menahan lapar dan haus pada siang hari, namun juga menyangkut perbuatan2 bathin. Seseorang yang berpuasa, harus menghindari diri dari perbuatan2 yang mengurangi nilai puasa seperti bergunjing, mencela dan berpikiran tidak sehat.
Al Qur’an sendiri menggariskan bahwa tujuan akhir dari proses puasa itu menjadikan manusia bertaqwa. Taqwa secara singkat terkait erat dengan kesungguhan diri dalam mendekati Allah SWT. Semakin ia bertaqwa semakin terasa kehadiranNya sehingga makin pula khusyu menjalankan semua tuntutan yang diberikan Yang Maha Kuasa.
Banyak pakar Islam berpendapat, proses puasa adalah kancah pelatihan pensucian diri. Selama sebulan, umat Islam digembleng dengan sebuah pelatihan yang cukup berat. Oleh karena beratnya itulah maka mereka yang sakit, wanita hamil atau anak-anak dan sejumlah orang yang menempuh perjalanan jauh dibebaskan dari kewajiban berpuasa.
Selama proses pensucian diri ini, umat dihadapkan kepada berbagai kegiatan mulai dari tadarus, sholat taraweh, pengajian dan diakhiri dengan zakat fitrah yang tujuannya untuk membersihkan jiwa. Dengan kata lain, pelatihan sebulan ini dimaksudkan sebagai cara yang ampuh dalam proses pensucian menghadapi 11 bulan berikutnya.
Bahkan di bulan Ramadhan ini pula, Al Quran secara gamblang memberitakan adanya sebuah malam penuh dengan berkah yakni malam Laitalut Qadar. Menemukan malam yang mulia ini adalah tantangan bagi mereka yang pada akhir Ramadhan telah membersihkan seluruh jiwanya dari sikap kikir, bakhil, sombong, zalim, takabur dan kotoran-kotoran jiwa lainnya yg akan mengotori kebeningan hati.
Ali bin Abi Thalib juga menilai, puasa menguatkan hati melawan perbuatan yang tak benar. Ketika orang dapat menghindar dari semua yang sebenarnya halal dan diperbolehkan, maka tak ada keraguan lagi bahwa dia dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang salah dan dilarang Allah. Bahkan disebutkan pula ibadah puasa mempersiapkan orang untuk perjuangan yang lebih berat.
pengalaman umat Islam, khususnya pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin, terlihat bahwa umat Islam tidak memisahkan ibadah dengan kegiatan mengelola pemerintahan.
Lihat misalnya pandangan pakar Islam dari Barat, John L Espito yang menyebutkan, Al Quran tidak memisahkan antara kehidupan politik dan ibadah.
Politik adalah bagian dari kehidupan masyarakat seperti halnya kegiatan ekonomi dan budaya. Oleh sebab itu Islam tidak membeda-bedakan antara praktek politik dari nilai-nilai Islam.
Kemudian Sayyid Abl A’la Mawdudi menguatkan puasa itu tak lain adalah ibadah yang memberikan kesadaran bahwa hidup itu adalah pengabdian total.
Puasa juga merupakan pelatihan bersama yang mengikat seorang Muslim kedalam masyarakat. Dengan demikian, puasa itu menjadi sebuah kekuatan moral karena dilakukan secara kolektif, melibatkan ribuan, jutaan bahkan sampai satu milyar kaum Muslimin.
Dalam istilah populer sekarang apa-apa yang terkait dengan kegiatan kenegaraan baik dalam bidang lehislatif, eksekutif yudikatif. Ataupun pemilihan presiden sampai bupati di daerah disebut sebagai tindakan politik.
Bahkan karena alam politik Indonesia selama 32 tahun ini dinaungi awan yang gelap, maka banyak pemaknaan politik itu mencapai titik terendah bahkan terkesan bahwa apapun yang berbau politik bahka dalam bidang keilmuan pun menjadi tidak berharga.
Berbicara politik, bukanlah berbicara soal ibadah seperti yang dilakukan Rasulullah dalam memimpin umat Islam di Madinah atau Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Di Indonesia dalam anggapan kebanyakan masyarakat, politik itu kotor, jahat, penuh tipuan dan kehidupan yang jauh dari praktek kemuliaan Islam.
Anggapan inilah yang kemudian melahirkan sikap dan perilaku politik yang berbeda dengan ideal ideal yang pernah dipraktekkan Rasulullah.
Pada akhirnya sistem politik di Indonesia pun mengalami kemerosotan nilai-nilai bahkan termasuk dikalangan praktisi politisi Islam. Berpolitik bisa berarti mengundang permusuhan dan bisa juga menjatuhkan pihak lain.
tiga pola bentuk praktek umat Islam dalam kancah kehidupan politik. Pertama, Islam ibadah yang menekankan pentingnya ibadah khusus terlepas dari kehidupan politikk. Misalnya perlunya membangun banyak mesjid dan pengajian. Kedua, Islam politik yang menyorot perlunya umat menguasai berbagai cabang kekuasaan sehingga muncul ide-ide seperti negara Islam atau negara Islami. Ketiga, Islam akidah yang bercirikan dengan pandangan bahwa yang perlu itu bagaimana mewarnai kehidupan politik dengan nilai-nilai Islam tanpa mempenguasai bentuk ideologi.
karena alergi umat Islam terhadap politik sebagai akibat perdebatan dan benturan fisik dalam menciptakan apa yang disebut negara Islam maka Islam politik masih rabun saat ini, yang diperlukan adalah bagaimana menciptakan masyarakat Indonesia yang rasional dan demokratis sehingga bisa melahirkan kehidupan politik yang tidak emosional dan terbuka.
Menurut Amien Rais tulisannya memperjuangkan cita-cita antara lain membebaskan manusia dari segala bentuk superstisi, memerdekakannya dari segala takut kecuali kepada Allah Sang Maha Pencipta serta memegang perintah-perintahNya agar kebebasan ruhani manusia dapat dimenangkan. Amin Rais juga mengancurkan segala tirani harus dilenyapkan, agar intoleransi dan permusuhan diantara manusia wajib diperangi dan yakin bahwa Islam mengajarkan cita-cita politik yang sangat luhur.
Nilai-nilai yang terkandung dalam puasa, sebagai bagian dari ibadah dalam kerangka Islam yang menyeluruh sangat terkait dengan kehidupan pribadi dan sosial umat Islam. Semua pelatihan yang dilakukan selama bulan Ramadhan diarahkan agar umat Islam mensucikan diri sehingga mencapai derajat taqwa.
Dalam praktek, tentu saja manusia bertaqwa ini diharapkan juga mampu mewarnai dan menjadi figur-figur dominan dalam melahirkan kehidupan politik yang bermoral. Kehidupan politik yang menggelorakan semangat moral Islam inilah yang diharapkan mampu mencerahkan bangsa Indonesia dalam memasuki era milenium baru.
Penulis : Musaddiq Mahasiswa UNM