Ins. |
Tata Cara Registrasi Kartu Prabayar Harus Diubah
TEKNOLOGI,--PROSES registrasi kartu prabayar lama secara mandiri akan berakhir pada 30 April, dan mulai tanggal 1 Mei 2018 semua kartu yang diindikasikan aktif tetapi tidak diregistrasi ulang, akan diblokir total.
Registrasi kartu prabayar baru tetap bisa dilakukan, dan, beda dengan kebijakan awal, satu NIK (nomor induk kependudukan) hanya boleh mengaktifkan maksimal tiga kartu perdana, tetapi kalau pedagang ingin aktifkan banyak harus ke distributor atau operator.
Namun ke depan, tataniaga perkartu-SIM-an haruslah diubah, kartu perdana dijual terpisah dengan paket data. Kartu perdana selama ini berisi paket data yang nilainya lebih besar dibanding jika pemilik kartu lama mengisi ulang paket data di kartu SIM-nya.
Akibatnya pedagang kartu senang karena orang memburu kartu perdana yang dibuang kalau paket datanya habis. Padahal operator ingin kartu perdana dibuat menarik dengan berbagai promosi untuk menambah jumlah pelanggan mereka.
Sementara dengan 364 juta kartu seluler aktif untuk 262 juta penduduk, upaya penambahan pelanggan menjadi sangat sulit dilakukan. Kini penambahan pelanggan di satu operator bisa jadi berarti pengurangan di operator lain.
Diharapkan penjualan paket data yang terpisah dengan kartu SIM membuat orang tidak akan membeli kartu perdana, kecuali jika memang akan menjadi pelanggan baru.
Pemisahan ini semestinya tidak membuat para pedagang berkurang pendapatannya, walau penjualan kartu perdana hanya akan menjadi kegiatan sampingan. Perubahan tataniaga akan sekaligus menghapus pendapat bahwa penjualan perdana hanya memanjakan pelanggan baru, karena nantinya pelanggan lama akan juga mendapat harga paket yang sama.
Pakai finger print
Batas waktu 1 Mei dengan ancaman blokir total, tampaknya belum membuat proses registrasi tuntas akibat munculnya beberapa hal yang tidak terpikir atau diantisipasi sebelumnya. Masih perlu dicari tata cara lain yang lebih sederhana, aman dan sempurna.
Misalnya bagaimana mencegah terjadinya double hit, pendaftaran dua kali atau lebih, selain KK (kartu keluarga) yang tidak valid menurut Dukcapil padahal KK itulah satu-satunya yang dimiliki penduduk.
Banyak kita tidak paham, kartu keluarga harus diganti jika ada penggantian data, misalnya pindah alamat, status berubah karena pernikahan, ada kelahiran atau kematian, sementara NIK tidak berubah seumur hidup.
Data yang tercatat di Dukcapil beda – sampai 45 juta – dengan data di operator karena sistem di Dukcapil mencatat setiap registrasi yang masuk walau berkali-kali, tetapi sistem di operator hanya mencatat sekali saja untuk NIK dan kartu prabayar yang sama.
Dukcapil mendapati ada 228.000 NIK yang digunakan untuk meregistrasi 133,2 juta kartu prabayar, antara lain satu NIK berhasil meregistrasi 2,2 juta nomor Indosat.
Wacana yang muncul, registrasi selain bisa menggunakan NIK, juga diharapkan tata cara yang lebih sederhana tapi super aman dengan pengenalan jejak sidik jari, finger print, yang tidak bisa dipalsu atau dipakai orang lain, tinggal masalah ponsel pelanggan yang harus 4G.
Umumnya ponsel pintar 4G -yang saat ini harganya sudah ada yang di bawah satu juta rupiah- biasanya sudah memiliki pengenalan sidik jari.
Misalnya saja ponsel lokal Advan i6 yang menggunakan Indonesia Operating System (IdOS) dan baru saja diluncurkan yang harganya jauh lebih murah dibanding iPhone namun memiliki fitur iPhone. Ponsel buatan Semarang itu memiliki fitur selain finger print juga face ID, atau pengenalan wajah lewat identifikasi 200 titik di wajah.
Belum pernah terjadi
Kini setelah kartu bermasalah dibersihkan, hingga 24 April sudah tercatat sebanyak 350.844.162 kartu prabayar yang terdiri dari pelanggan Telkomsel sebanyak 175.030.167, Indosat 104.596.792, XL Axiata: 47.822.565, Tri: 15.294.346, Smartfren: 8.085.363 dan Sampurna Telecom sebanyak 14.929 nomor.
Rekonsiliasi terakhir akan diumumkan pada 2 Mei 2018 dan diperkirakan jumlahnya akan mencapai 364 jutaan.
Angka ini jauh lebih sedikit dibanding angka pada awal Maret lalu ketika proses registrasi ditutup yang sebesar 405 juta lebih. Besarnya angka itu karena ada indikasi 88 juta lebih adalah nomor yang menggunakan NIK dan KK orang lain sehingga kemudian diblokir.
Masyarakat umumnya tidak paham bahwa menggunakan data orang lain merupakan pelanggaran serius, yang dapat ditindak secara pidana dan perdata.
Sementara di luaran, data penduduk terutama yang berupa KK dan NIK (KTP) beredar luas lewat internet, karena data itu juga dimiliki misalnya saja perusahaan leasing, perbankan, imigrasi, kepolisian dan sebagainya.
Ketidakmampuan mengantisipasi hal-hal tadi memberi gambaran bahwa program registrasi ini dilakukan tanpa ada studi atau simulasi yang memadai. Terutama yang berkaitan antara bedanya sistem yang digunakan Dukcapil dan operator.
Tetapi harus dipahami, program registrasi yang melibatkan 400 jutaan pelanggan ini belum pernah terjadi sebelumnya, di belahan dunia mana pun.
Ini karena di negara lain biasanya otoritas mewajibkan registrasi dilakukan di distributor atau di outlet yang diberi wewenang khusus, sementara pelanggan Indonesia boleh melakukan registrasi mandiri yang pada masa lalu memasukkan data seenaknya dan diterima saja oleh sistem. (*)
Sumber : (tekno.kompas.com)