-->

Notification

×

Indeks Berita

Klik Gambar Untuk Mendengarkan

Rektor UIM Apresiasi Buku Makkunrai Karya Pemuda Pinrang

Senin, 05 Maret 2018 | Maret 05, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-03-14T02:21:29Z


Rektor UIM Apresiasi Buku Makkunrai Karya Pemuda Pinrang





PINRANG,--Pertemuan antara Rektor UIM dan Penulis buku makkunrai berlangsung hari minggu, 4 maret 2018 di wisma Ati Mario Kabupaten Luwu, Penulis Iqbal Ardianto yang didampingi Radinal Abdullah yang juga editor buku makkunrai berdialog dengan Ibu Dr.Ir.Majdah M Zain, MSi Membahas tentang bagian inti buku dan Literasi di Di Sulawesi Selatan ini.






Dalam dialog itu Iqbal Ardianto memaparkan sedikit prolog tentang buku Makkunrai (perempuan bugis)
"Dalam Masyarakat Bugis, perempuan disebut ‘Makkunrai’. Sebutan ini berasal dari kata ‘Unre’ yang berarti pakaian bawah perempuan sejenis rok. Jika kata ini diberikan awalan ‘ma’ dan akhiran ‘I’ maka maknanya berubah ‘pemakai rok’.






Makkunrai sama dengan para perempuan pada umumnya. Sama-sama memiliki bagian-bagian tubuh yang khusus dimiliki perempuan, bisa melahirkan, memiliki perasaan yang lebih sensitive, kecemburuan yang relative lebih kecil dibanding laki-laki dan semisalnya. Hanya saja yang membedakan mereka dengan perempuan yang lainnya adalah adat dan kebudayaan suku.






Makkunrai memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyakat Bugis. Bahkan para makkunrai dipandang sebagai salah satu lambang kehormatan, terutama dalam adat siri’ na pacce (harga diri dan solidaritas). Apa saja yang mereka lakukan, dapat mempengaruhi stratifikasi derajat keluarganya. Jika mereka berbuat sesuai dengan adat, maka hal itu akan menguntungkan keluarganya.





Demikian pula sebaliknya, pelanggaran adat yang mereka lakukan, akan menjatuhkan maruah keluarganya. Di antara bentuk pelanggaran etika seorang makkunrai dalam budaya Bugis adalah ketika ia berduaan dengan seorang laki-laki yang bukan mahramnya. Biasanya, jika ada yang kedapatan melakukan hal ini, maka dikawinkan secara paksa.






Merendahkan makkunrai berarti merendahkan keluarga, bahkan rumpunnya. Penghinaan terhadap mereka dianggap pelanggaran ‘siri’ yang memancing naluri ‘Pacce’. Jika hal tersebut terjadi, maka berlakulah ungkapan ‘na iyya siri’e, nyawa na renreng’ (Harga diri itu senantiasa menggandeng nyawa), yang berarti nyawa sekalipun akan dipertaruhkan untuk mempertahankan harga diri. Hal ini menjadikan peraturan yang sangat ketat (melebihi laki-laki) diberlakukan kepada makkunrai." jelas Iqbal Ardianto yang juga Trainer dan pemerhati pendidikan ini.




"Buku ini sangat perlu untuk kita baca agar lebih memahami tentang eksistensi perempuan bugis, semoga kiranya bisa di seminarkan di daerah-daerah sulawesi selatan khususnya." Ungkap tokoh perempuan sulsel ini. Minggu (4/3/2018).(*)





Penulis. : Ikb/Rlis
Editor. : Abdoel

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update