[caption width="400" align="alignnone"]Ket Gambar : Penulis : Muhammad Aras Prabowo Mahasiswa Pascasarjan Magister Akuntansi, Universitas Mercu Buana[/caption]
SAHABAT NEWS, OPINI -- Money Politik menjadi salah satu perbincangan yang selalu hadir disetiap momen demokrasi, baik pemilihan legislatif, pemilihan Eksekutif, sampai pemilihan gubernur dan bupati.
Money Politik selalu menjadi salah satu keresahan pemerintah dan masyrakat dalam setiap penyelenggaran Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Fenomeni ini seakan menjadi budaya dalam berdemokrasi, guna memuluskan kepentingan setiap calon penguasa.
Maraknya money politik menjadi salah satu bukti kemunduran cara berpikir oleh para politikus. Jalan ini seakan menjadi satu-satunya alternatif dalam mengantarkan mereka ke kursi kekuasaan. Hal ini mencerminkan ketidak kreatifan seorang politikus dalam berdemokrasi.
Data badan pengawas pemilu 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 1.090 laporan tindak pidana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 929 diantaranya adalah kasus dugaan pemberian uang kepada pemilih atau money politik. Data di atas menunjukkan masih tingginya kasus money politik dalam pelaksanaan Pilkada di Negara ini.
Banyaknya kasus money politik, menimbulkan sebuah kegelisaan dan pertanyaan, bahwa apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan politik uang dalam Pemilukada. Pada tanggal 15/02/2017 akan berlangsung Pemilukada di 101yang terdiri 7 Provinsi terbagi dalam pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota.
Bau money polituk pun bermunculan di sejumlah daerah, Berikut daerah yang rentan terjadi politik uang: Papua Barat 2.048 TPS, Banten 2.000 TPS, Aceh 1.200 TPS, Sulawesi Barat 1.200 TPS dan DKI Jakarta 507 TPS sebanyak 7.197 TPS yang terindikasi rawan terjadi money politik. Sumber databoks.katadata.co.id.
Tingginya potensi money politik dalam Pemilukada mengharuskan semua pihak seperti, Bawaslu, KPU, Polri dan Masyarakat untuk terlibat dalam pencegahannya. Badan Pengawas Pemilu yang menjadi lembaga resmi pemerintah dalam mengawasi dan meminimalisi praktek money politik dalam pemilu, tidak cukup untuk membendung kecurangan dalam Pemilukada.
Money pilitik adalah tindak kecurangan dalam Pemilukada dengan menggunakan uang dalam perolehan suara. Pengelolaan dana kampaye dalam pemilikada telah diatur dalam UUD dan Bawaslu diharuskan untuk menggandeng Kantor Akuntan Publik dalam pemerikasaan laporan dana kampanye.
Untuk itu, tulisan kali ini akan berusaha mengulas peran akuntan publik dalam meminimalisar praktek penyalagunaan dana (money politik) dalam Pemilukada.
Bedasarkan UUD Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Pada Pasal 74 Ayat (8) berbunyi bahwa penggunaan dana kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai standar akuntansi keuangan.
Sedangkan Keputusan KPU Nomor 44 kpts KPU Tahun 2016 tentang Juknis Pengelolaan Penyusunan Anggaran Dana Kampanye pada Pasal 5 mengatur mengenai pertanggung jawaban dan pelaporan. Pasal yang lain juga mengatur mengenai laporan audit dana kampanye.
Kelompok kerja pelayanan dan fasilitasi pelaporan dananya kampanye melibatkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk konsultasi terkait jasa Kantor Akuntan Publik dalam proses audit dana kampanye pemilihan.
Kedua aturan di atas menunjukan bahwa Akuntan Publik memiliki peran yang strategis dalam pemeriksaan laporan dana kampanye. Artinya, Akuntan Publik dapat mengidentifikasi setiap penggunaan dana calon Kepala Daerah dalam melakukan kampanye.
Secara tidak langsung, Akuntan Publik juga dapat mengidentifikasi penyalagunaan dana kampanye termasuk money politik dalam Pilkada. Keahlian Auditor (Akuntan Publik) diharapkan dapat mengungkap segala praktek peyalahgunaan dana kampanye, khususnya kecurangan dalam bentuk money politik.
Kompetensi dan ketelitian dalam pemeriksaan laporan dana kampanye merupakan salah satu kemampuan Auditor untuk mengidentifikasi setiap dokumen keuangan. Dokumen yang disajikan harus terbebas dari manipulasi dan bukti-bukti dalam laporan keuangan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena bukti inilah yang menjadi celah utama dalam penyalahgunaan dana kampanye. Penertiban pelaporan akan meminimalisir penyalahgunaan dana kampanye dalam bentuk money politik.
Independensi, integritas dan kompetensi Akuntan Publik dinilai sebagai modal utama dalam pemeriksaan laporan dana kampanye Pilkada. Kode etik tersebut diharapkan dapat membuat Akuntan Publik menghasilkan laporan audit yang akurat, dapat diandalkan dan bebas dari intervensi politik.
Sehingga penggunaan dana kampanye pasangan calon dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai standar akuntansi keuangan. Hal inilah yang dapat meminimalisir prektek money politik dalam Pilkada.
Selain kode etik Akuntan Publik, etika kebangsaan ( Pancasila, UUD’45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI ) yang bersumber dari local wisdem bangsa Indonesia dapat mendorong seorang Auditor dalam melakukan pemeriksaan dana kampanye yang lebih independen dan berintegritas. Sebagai seorang Auditor yang juga bagian dari bangsa Indonesia seyogahnya menjunjung tinggi etika kebangsaan dalam menjalankan profesianya, termasuk saat melakukan pengauditan dana kampanye.
Peran auditor menciptakan demokrasi yang demokratis cukup besar, terlebih dalam kecurangan Pilkada dalam bentuk politik uang. Pilkada yang demokratis adalah salah satu jalan dalam memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*)
Penulis : Muhammad Aras Prabowo Mahasiswa Pascasarjan Magister Akuntansi, Universitas Mercu Buana
Editor : Abdoel
SAHABAT NEWS, OPINI -- Money Politik menjadi salah satu perbincangan yang selalu hadir disetiap momen demokrasi, baik pemilihan legislatif, pemilihan Eksekutif, sampai pemilihan gubernur dan bupati.
Money Politik selalu menjadi salah satu keresahan pemerintah dan masyrakat dalam setiap penyelenggaran Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Fenomeni ini seakan menjadi budaya dalam berdemokrasi, guna memuluskan kepentingan setiap calon penguasa.
Maraknya money politik menjadi salah satu bukti kemunduran cara berpikir oleh para politikus. Jalan ini seakan menjadi satu-satunya alternatif dalam mengantarkan mereka ke kursi kekuasaan. Hal ini mencerminkan ketidak kreatifan seorang politikus dalam berdemokrasi.
Data badan pengawas pemilu 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 1.090 laporan tindak pidana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 929 diantaranya adalah kasus dugaan pemberian uang kepada pemilih atau money politik. Data di atas menunjukkan masih tingginya kasus money politik dalam pelaksanaan Pilkada di Negara ini.
Banyaknya kasus money politik, menimbulkan sebuah kegelisaan dan pertanyaan, bahwa apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan politik uang dalam Pemilukada. Pada tanggal 15/02/2017 akan berlangsung Pemilukada di 101yang terdiri 7 Provinsi terbagi dalam pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota.
Bau money polituk pun bermunculan di sejumlah daerah, Berikut daerah yang rentan terjadi politik uang: Papua Barat 2.048 TPS, Banten 2.000 TPS, Aceh 1.200 TPS, Sulawesi Barat 1.200 TPS dan DKI Jakarta 507 TPS sebanyak 7.197 TPS yang terindikasi rawan terjadi money politik. Sumber databoks.katadata.co.id.
Tingginya potensi money politik dalam Pemilukada mengharuskan semua pihak seperti, Bawaslu, KPU, Polri dan Masyarakat untuk terlibat dalam pencegahannya. Badan Pengawas Pemilu yang menjadi lembaga resmi pemerintah dalam mengawasi dan meminimalisi praktek money politik dalam pemilu, tidak cukup untuk membendung kecurangan dalam Pemilukada.
Money pilitik adalah tindak kecurangan dalam Pemilukada dengan menggunakan uang dalam perolehan suara. Pengelolaan dana kampaye dalam pemilikada telah diatur dalam UUD dan Bawaslu diharuskan untuk menggandeng Kantor Akuntan Publik dalam pemerikasaan laporan dana kampanye.
Untuk itu, tulisan kali ini akan berusaha mengulas peran akuntan publik dalam meminimalisar praktek penyalagunaan dana (money politik) dalam Pemilukada.
Bedasarkan UUD Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Pada Pasal 74 Ayat (8) berbunyi bahwa penggunaan dana kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai standar akuntansi keuangan.
Sedangkan Keputusan KPU Nomor 44 kpts KPU Tahun 2016 tentang Juknis Pengelolaan Penyusunan Anggaran Dana Kampanye pada Pasal 5 mengatur mengenai pertanggung jawaban dan pelaporan. Pasal yang lain juga mengatur mengenai laporan audit dana kampanye.
Kelompok kerja pelayanan dan fasilitasi pelaporan dananya kampanye melibatkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk konsultasi terkait jasa Kantor Akuntan Publik dalam proses audit dana kampanye pemilihan.
Kedua aturan di atas menunjukan bahwa Akuntan Publik memiliki peran yang strategis dalam pemeriksaan laporan dana kampanye. Artinya, Akuntan Publik dapat mengidentifikasi setiap penggunaan dana calon Kepala Daerah dalam melakukan kampanye.
Secara tidak langsung, Akuntan Publik juga dapat mengidentifikasi penyalagunaan dana kampanye termasuk money politik dalam Pilkada. Keahlian Auditor (Akuntan Publik) diharapkan dapat mengungkap segala praktek peyalahgunaan dana kampanye, khususnya kecurangan dalam bentuk money politik.
Kompetensi dan ketelitian dalam pemeriksaan laporan dana kampanye merupakan salah satu kemampuan Auditor untuk mengidentifikasi setiap dokumen keuangan. Dokumen yang disajikan harus terbebas dari manipulasi dan bukti-bukti dalam laporan keuangan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena bukti inilah yang menjadi celah utama dalam penyalahgunaan dana kampanye. Penertiban pelaporan akan meminimalisir penyalahgunaan dana kampanye dalam bentuk money politik.
Independensi, integritas dan kompetensi Akuntan Publik dinilai sebagai modal utama dalam pemeriksaan laporan dana kampanye Pilkada. Kode etik tersebut diharapkan dapat membuat Akuntan Publik menghasilkan laporan audit yang akurat, dapat diandalkan dan bebas dari intervensi politik.
Sehingga penggunaan dana kampanye pasangan calon dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai standar akuntansi keuangan. Hal inilah yang dapat meminimalisir prektek money politik dalam Pilkada.
Selain kode etik Akuntan Publik, etika kebangsaan ( Pancasila, UUD’45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI ) yang bersumber dari local wisdem bangsa Indonesia dapat mendorong seorang Auditor dalam melakukan pemeriksaan dana kampanye yang lebih independen dan berintegritas. Sebagai seorang Auditor yang juga bagian dari bangsa Indonesia seyogahnya menjunjung tinggi etika kebangsaan dalam menjalankan profesianya, termasuk saat melakukan pengauditan dana kampanye.
Peran auditor menciptakan demokrasi yang demokratis cukup besar, terlebih dalam kecurangan Pilkada dalam bentuk politik uang. Pilkada yang demokratis adalah salah satu jalan dalam memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*)
Penulis : Muhammad Aras Prabowo Mahasiswa Pascasarjan Magister Akuntansi, Universitas Mercu Buana
Editor : Abdoel